TSMiTpY7BUClTUdlTUO5GpC5GA==

Headline

Kalau Tak Mau Diatur, Bangun Pabrik di Hutan!”. FSPBI Maros Kecam Eksploitasi Pekerja oleh Investor

Kalau Tak Mau Diatur, Bangun Pabrik di Hutan!”. FSPBI Maros Kecam Eksploitasi Pekerja oleh Investor


 LikingNews.com MAROS | Federasi Serikat Perjuangan Buruh Indonesia (FSPBI) Maros melontarkan kritik keras terhadap pola hubungan kerja yang dinilai semakin tidak manusiawi di Kabupaten Maros. Dalam pernyataan resminya, FSPBI menuding sejumlah investor dan pengusaha telah memperlakukan para pekerja bak “sapi perah”, hanya digunakan tenaganya, tanpa memperhatikan hak-hak dasar mereka.


“Tenaga kerja di Maros hari ini masih banyak yang diperas habis-habisan. Mereka diberi upah yang tak layak, tidak dijamin jaminan sosial, dan jam kerjanya sering kali jauh dari batas kemanusiaan,” tegas Akram Lallo, Ketua FSPBI Maros. 


FSPBI Maros menyatakan sangat prihatin dengan kenyataan bahwa Kabupaten Maros, yang semestinya menjadi lahan tumbuhnya ekonomi inklusif, justru berubah menjadi ladang eksploitasi oleh investor-investor yang tak mau tunduk pada aturan perburuhan.



“Kalau Tak Mau Diatur atau ikuti aturan, Kerja Sama Hewan Saja!”


Dalam pernyataan yang cukup menggelegar, Akram Lallo menegaskan bahwa para investor yang menolak diatur oleh regulasi ketenagakerjaan sebaiknya tidak berinvestasi di wilayah yang dihuni manusia.

“Kalau kalian tidak mau diatur, silakan bangun usaha di hutan dan kerja sama hewan. Tapi ingat, hewan pun bisa ngamuk kalau lelah,” cetus Ketua FSPBI Maros. 


“Kalian mempekerjakan manusia, bukan mesin. Mereka bekerja untuk menyambung hidup, untuk menghidupi keluarga. Jangan jadikan mereka korban keserakahan investasi.” lanjutnya


Potret Buram Ketenagakerjaan di Maros


Meski angka investasi meningkat dan pembangunan industri terus digalakkan, nyatanya belum sebanding dengan kesejahteraan tenaga kerja. FSPBI Maros menunjukkan keprihatinan bahwa masih banyak buruh yang bekerja dalam sistem kontrak jangka pendek tanpa kejelasan hak dasar seperti BPJS Ketenagakerjaan, kelebihan jam kerja tanpa tunjangan lembur atau bahkan keselamatan kerja dan lainnya. 


Beberapa perusahaan disebut sering kali abai terhadap standar minimum ketenagakerjaan, sementara pengawasan dari pemerintah daerah dinilai lemah atau bahkan tutup mata.


Desakan dan Peringatan FSPBI dalam menanggapi hal tersebut;


1. Penegakan hukum ketenagakerjaan secara tegas tanpa kompromi.


2. Pemerintah daerah tidak hanya menjadi “pelayan modal”, tapi pelindung hak pekerja.


3. Evaluasi terhadap seluruh perusahaan yang diduga melanggar hak buruh.


“Investor tidak bisa datang, ambil untung, lalu meninggalkan masyarakat dalam penderitaan. Ini bukan kolonialisme gaya baru. Ini rumah kita, dan para pekerja adalah fondasinya.” tegas Akram Lallo


Di tengah euforia pembangunan, suara para pekerja tak boleh diabaikan. FSPBI Maros menegaskan bahwa mereka akan terus bersuara bukan untuk menghalangi investasi, tapi untuk menuntut keadilan.

Karena buruh bukan alat, bukan budak, dan bukan angka statistik. Mereka manusia.


“Kalau investor ingin dihormati, maka hormatilah dulu kemanusiaan.” tutupnya.






Publis: Dendi

Daftar Isi

0Komentar

Special Ads
Special Ads
Special Ads
Formulir
Tautan berhasil disalin